Saya selalu
bertanya-tanya tentang kalimat ini: "Cobalah sadar diri." Baiklah,
saya tau secara definisi setiap kata 'coba', 'sadar', dan 'diri', tapi tetap
saja saya tidak (atau belum?) mengerti sadar diri apa yang dimaksud.
Saya pengen
cerita. Tadi, sewaktu perjalanan pulang dari warnet di desa sebelah, saya dan
adik saya ngobrolin sesuatu yang ngga penting. Dia yang nyetir motor, saya yang
duduk di belakangnya. Sampai akhirnya dia tanya, "Yuk, kamu sering
begadang gitu, tapi kok gak kurus-kurus?" Saya melongo. Bukan pertanyaan
dia yang membuat saya heran. Tapi pernyataan dia, "Yuk, kamu sering
begadang..."
Sebentar.
Saya ngga sadar (setidaknya waktu itu) kalo itu termasuk begadang. Ya, saya
biasa membaca sampai larut malam – membaca apa aja yang saya temukan – sampai jam
tiga pagi, biasanya. Setelah itu saya tidur, bangun lagi untuk sholat, dan
tidur lagi sampai jam enam pagi.
Tapi bukan itu.
Yang saya maksud adalah, saya tidak tahu saya begadang kalau adik saya tidak
menyampaikan kalimat di atas.
Jadi, apakah
itu 'sadar' yang dimaksud dalam kalimat, "Cobalah sadar diri"?
Saya sedang
libur dari perkuliahan saat ini. Hampir dua bulan – mulai dari minggu kedua
bulan Januari ini hingga awal Maret besok. Intinya, lamaaaaaaaa.
Mungkin orang
akan berpikir di rumah itu membosankan. Mungkin orang berpikir jika di rumah
tidak ada banyak pekerjaan untuk dilakukan. Mungkin bener. Buat kamu.
Yah, saya
sangat menikmati waktu libur saya selama di rumah. Oh rumah. Rumah orang tua
saya, tentu saja. Tapi ini adalah tempat pertama yang saya anggap rumah. Nyaman
tiada banding.
Saya bisa
ngelakuin apa aja. Seberat apapun. Sebanyak apapun. Selama apapun. Tak perlu khawatir
pekerjaan diusik oleh perintah siapa pun – well, sepertinya ibu saya termasuk,
tapi percayalah, kebanyakan pekerjaan sudah saya lakukan tanpa di suruh.
Pokoknya saya senang. Eh, bahagia mungkin tepat. Benar-benar menikmati setiap detik
yang saya habiskan di rumah ini.
Bahkan
ketika saya mendapat 'titah' dari dosen untuk datang ke kampus; ajakan
teman-teman ke suatu tempat baru; bisa dibilang saya ngga mau. Memang ngga mau,
sih. Udah nyaman senyaman-nyamannya. Tak bisa dipungkiri bahwa saya terkadang
juga berpikir apakah itu disebabkan ketakutan saya untuk keluar dari zona aman.
Mungkin benar. Orang di sekeliling saya juga menyuarakan hal yang sama.
Mungkin. Tapi alasan yang lebih kuat – dan saya yakini – adalah untuk menikmati
suasana ini selagi bisa. Selama di beri kesempatan oleh Tuhan. Karena, toh, saya
harus pergi dari rumah juga pada akhirnya, kan? Pergi jauh; dan kembali lagi.
Tapi,
pemikiran di atas hanya setitik pikiran yang tidak terlalu mengganggu saya.
Tidak cukup kuat untuk mendesak saya melawan rasa nyaman yang ada.
Sebenarnya,
lebih seperti suara nyiur kelapa yang berkeresak ditiup angin sepoi.
Pokoknya,
whatever lah.
Tidak ada
yang cukup kuat untuk mengusik masa tenang saya.
Saya sedang
di rumah.
Rumah.
Benar-benar
rumah.
Oh...
Rumah.
Saya
memiliki banyak pertanyaan selama ini. Dan, yah, pertanyaan itu baru mewujud
menjadi sebuah 'pertanyaan' ketika saya memikirkannya.
Ada sesuatu
yang mengusik pikiran saya, baru saja.
Dulu, saya
suka membaca buku, dan masih sampai sekarang. Dulu, akses bacaan yang sedikit
membuat saya puas hanya dengan membacanya. Terus berlanjut, sampai saya membeli
sebuah buku sendiri. Rasanya, bahagia. Lalu mulai membeli buku lagi – lebih
banyak buku. Dan saat ini, keinginan itu bertransformasi menjadi kebutuhan akan
buku, walaupun saya akui, saya tidak membaca semuanya. Keinginan untuk memiliki.
Hasrat murni untuk membaca berubah jadi hasrat untuk memiliki. Membaca lebih
banyak saat tidak punya, membaca lebih sedikit ketika akhirnya ada. Ironi.
Lalu ada
hal lain, yang berbeda namun (saya rasa) berhubungan. Mengenai blog yang saya
urus. Saat ini, keinginan saya murni untuk menulis. Menulis, karena saya jarang
bertemu orang lain untuk mengungkapkan pikiran saya, dan yah, karena menulis
lebih enak bagi saya ketimbang berbicara. Namun, mungkinkah (sekali lagi, hanya
kemungkinan) suatu saat nanti, keinginan saya menulis tercampur menjadi
keinginan untuk mendapatkan hasil finansial? Apakah itu akan menjadi sebuah
noda?
Akankah keinginan
seperti di atas mencemari keinginan yang murni? Apakah hal itu adalah sesuatu
yang lumrah terjadi karena manusia selalu merasa tidak puas? Apakah keinginan
saya berbelok kepada arah yang salah? Apakah saya bisa kembali ke tujuan awal
saya? Apakah salah jika tujuan saya berubah haluan? Dan jika itu terjadi, apa
yang harus saya lakukan?
Saya belum tahu
jawabannya – untuk saat ini. Mungkin saya akan menemukannya beberapa tahun ke
depan.
Mungkin.
Begini.
Saya termasuk sosok yang gemuk untuk anak seusia saya, karenanya membuat saya
agak sulit 'bernapas'. Yah, saya tetap bernapas, tapi rasanya oksigen tidak tersupply
dengan menyeluruh ke tubuh saya, membuat saya sering menarik nafas dalam-dalam.
Selain faktor keturunan – well, kakak dan adik-adik saya beruntung mendapatkan
warisan langsing dari ibu saya – saya juga jarang berolahraga karena waktu yang
ada saya kebanyakan saya gunakan untuk membaca – dan merenung. Ya, saya mengerti
jika kalian ingin bilang bahwa itu kesalahan saya, tapi, yah, bukan itu yang
mengganggu saya.
Jadi saya aktif
di malam hari. Bukan berarti saya tidur terus saat siang, tidak begitu. Saya tetap
mengerjakan apa yang biasanya dilakukan manusia saat waktunya matahari muncul:
mencuci, menyapu, memasak, dan sederet pekerjaan rumah tangga lainnya. Pokoknya
kerja. Dan ada waktu untuk membaca saat siang hari, meskipun waktu membaca pada
malam hari lebih banyak.
Jadi, bisa
ditarik kesimpulan saya banyak membaca saat malam hari. Tidak ada yang salah
untuk itu: suasananya jauh lebih tenang.
Tapi,
ketika malam tiba, cukup banyak nyamuk di sekitar tempat kami tinggal, dan
cukup banyak yang bisa masuk rumah lewat lubang ventilasi. Tidak begitu banyak –
namun cukup banyak untuk mendesak orang-orang di rumah – ayah, ibu, kakak, adik
– untuk menyalakan obat nyamuk.
Well, jadi
saya membaca pada malam hari. Dengan laptop, di ruang tengah keluarga saya.
Ayah saya tidur di sini, sambil menonton tv sampai tv menontonnya balik. Dan
masalah mampir ketika obat nyamuk di nyalakan – ralat, obat-obat nyamuk. Saya
setengah hidup membenci asap, dan setengahnya lagi benci jika asap obat nyamuk
tersebut melipir ke indra penciuman saya. Otomatis saya menahan napas, mengibas
asap dengan apapun yang bisa saya temukan – kertas, kain –, membiarkan asap
berlalu seraya berdoa agar angin bertiup ke arah berlawanan.
Dan
kesadaran saya mulai terganggu. Mata jadi berkunang-kunang dan saya jadi mengantuk
karena kekurangan oksigen. Pilihan yang saya punya: a. Bernapas dan membiarkan asap
tersebut masuk ke paru-paru saya; dan b. Menahan napas sambil mengipas udara
seraya berharap perubahan arah angin. Well, saya (biasanya) selalu memilih
pilihan kedua. Jika Anda berpikir saya bodoh karena pilihan saya, yah,
terserah. Saya tidak peduli.
Intinya,
saya tidak suka asap – asap apa pun. Asap rokok, asap obat nyamuk, asap
kendaraan, asap pembakaran, sampai asap kemenyan. Saya ngga sukaaaaaaaaaa.
Lalu,
kenapa tidak memakai obat nyamuk semprot, losion anti-nyamuk, atau obat nyamuk
elektrik seperti yang sedang booming di pasaran? Uhm.
Sederhana.
Saya tidak punyaaaaaaaaaaa. Dan keluaga saya tidak terpikir untuk mencoba
alternatif lain, karena bagi mereka 'biasa' aja. Yaya, ralat lagi. Di rumah
saya ada losion obat nyamuk – tapi kulit saya selalu iritasi saat memakainya.
Sensitif, gitu.
Terus, hikmahnya
apa?
Ngga tau.
Saya cuma pengen cerita.
Dari masa-masa
paling kelam muncul begitu banyak penemuan yang mencengangkan manusia -- penemuan
untuk manusia bertahan hidup.
Thomas Alfa
Edison terkenal karena kejeniusannya menemukan lampu.
George Washington
terkenal karena menjadi presiden pertama Amerika.
JK Rowling
terkenal karena Harry Potter-nya yang mendunia.
Caligula Si
Gila terkenal karena kebejatannya saat memimpin Kekaisaran Romawi.
Julius Caesar terkenal karena kemampuannya menjadi pemimpin militer andal sekaligus politikus di Kekaisaran Romawi.
Samurai
terkenal karena kepatuhannya yang luar biasa kepada Tuannya.
Christopher
Columbus terkenal karena daratan yang ditemukannya – Benua Amerika.
Leonardo da
Vinci terkenal karena kecakapannya pada berbagai bidang – pelukis, pematung,
arsitek, insinyur, ilmuwan, dan pedaya cipta.
Elizabeth I
dari Inggris terkenal karena pemerintahan Era Emasnya.
Martin
Luther terkenal karena keberaniannya memprotes kekuasaan Gereja Katolik Roma dan
pengikutnya disebut Protestan.
Copernicus
terkenal karena isi bukunya menyebutkan bahwa Bumi berputar mengelilingi
Matahari, menentang kepercayaan sebagian besar orang pada masanya.
Raja Louis
XVI terkenal karena kebobrokannya dalam memimpin Prancis, menyebabkan pergerakan
besar yang mengubah dunia – Revolusi Prancis.
Wright Bersaudara
menyatakan bahwa manusia dapat terbang di langit, dianggap gila oleh
orang-orang sekelilingnya; dan terciptalah burung besi besar yang kita kenal
saat ini – Pesawat.
The
Beatless terkenal karena lagunya; awal dari kebangkitan industri musik di
Amerika.
Gengis Khan
terkenal karena kekejamannya dan membuat Bangsa Mongol menguasai hampir satu per
tiga daratan di dunia.
Roald Amundsen
dari Norwegia terkenal karena menjadi manusia pertama yang mencapai dataran paling
selatan dunia – Kutub Selatan.
Louis Braille
terkenal karena memperkenalkan tulisan Braille bagi tunanetra.
Shakespeare
terkenal karena drama yang dibuatnya – Romeo dan Juliet.
Alexander
Flemming terkenal karena penemuannya dalam bidang obat-obatan – penisilin.
Sir Isaac
Newton terkenal karena peristiwa jatuhnya apel – Teori Gravitasi.
Adolf
Hitler terkenal karena otoriter dan kekejamannya yang luar biasa.
Soekarno
terkenal karena memproklamirkan kemerdakaan Bangsa Indonesia.
See? Tidak mempertimbangkan baik dan
buruk, orang-orang dari berbagai latar belakang di seluruh dunia menjadi terkenal
karena melakukan sesuatu yang luar biasa. Baik, sangat baik. Jahat, sangat
jahat. Dan lihat. Mereka dikenang karenanya.
Intinya,
jangan nanggung!